*Yang Mana Bosnya
Di sebuah Sekolah Dasar
sedang diterapkan sebuah mata pelajaran baru, yaitu PMWR alias Pelajaran
Mengenal Wakil Rakyat. Kemudian si Guru memulainya dengan memberikan beberapa
pertanyaan pada murid-muridnya.”
Guru: “Bupati dan Wakil
Bupati, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?”
Murid: “Bupati, Bu!!!”
Guru: “Gubernur dan Wakil Gubernur, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?”
Murid: “Gubernur, Bu!!”
Guru: “Presiden dan Wakil Presiden, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?”
Murid: “Presiden, Bu!!”
Guru: “Rakyat dan Wakil Rakyat, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?”
Murid: “Seharusnya sih Rakyat, Bu!!”
Guru: “Kok, pakai seharusnya?”
Murid: “Karena sekarang malah terbalik Bu guru.”
Guru: “Bagus, terus tanda supaya kita kenal sama Wakil Rakyat kita bagaimana?”
Murid: “Yang pasti mereka suka warna abu-abu.”
Guru: “Betul, terus apalagi?”
Murid: “Suka konspirasi politik”
Guru: “Demi apa?”
Murid: “Kepentingan, Bu!!”
Guru: “Tepat sekali, sering muncul di mana mereka?”
Murid: “Di televisi, Bu!”
Guru: “Karena apa?”
Murid: “Karena skandal dan kasus, Bu!!”
Guru: “Aduh, anak murid Ibu pinter-pinter, terus ciri Wakil Rakyat apalagi?”
Murid: “Pasti sering mendadak tajir, Bu!!”
Guru: “Darimana, kok bisa gitu?”
Murid: “Diam-diam kan nyolong, Bu. Kalau nggak ya dapat hibah gono-gini gak jelas.”
Guru: “Dari siapa?”
Murid: “Dari yang pengin diuntungkan.”
Guru: “Terus kan Wakil Rakyat sering mengadakan sidang, berapa tahun sekali?”
Murid: “Setiap hari, Bu!!”
Guru: “Kok bisa, alasannya?”
Murid: “Kan biar dapat tunjangan dan komisi rapat.”
Guru: “Biasanya yang dibahas apa?”
Murid: “Nggak ada Bu, masuk telinga kiri keluar telinga kanan.”
Guru: “Jadi Rakyat dengan Wakil Rakyat, yang mana bosnya?”
Murid: “Ya, semestinya Rakyat dong, Bu!!”
Guru: “Kenapa semestinya?”
Murid: “Karena aneh, Bu!”
Guru: “Aneh kenapa?”
Murid: “Masak bos kekurangan beras di rumahnya, Bu! Sedangkan Wakilnya malah asik impor beras. Nimbun juga bisa kali, Bu.”
Guru: “Bagus-bagus, ternyata sebelum diajari kalian sudah banyak tahu tentang Wakil Rakyat ya.”
Murid: “Iya dong Bu, kan sudah jadi bukan rahasia lagi. Rakyat sudah banyak yang tahu, Bu.”
Guru: “Sudah banyak yang tahu mengapa asik ongkang-ongkang kaki di Parlemen?”
Murid: “Kan, nggak tahu malu, Bu.”
Murid: “Bupati, Bu!!!”
Guru: “Gubernur dan Wakil Gubernur, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?”
Murid: “Gubernur, Bu!!”
Guru: “Presiden dan Wakil Presiden, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?”
Murid: “Presiden, Bu!!”
Guru: “Rakyat dan Wakil Rakyat, manakah yang lebih tinggi dan harus dihormati?”
Murid: “Seharusnya sih Rakyat, Bu!!”
Guru: “Kok, pakai seharusnya?”
Murid: “Karena sekarang malah terbalik Bu guru.”
Guru: “Bagus, terus tanda supaya kita kenal sama Wakil Rakyat kita bagaimana?”
Murid: “Yang pasti mereka suka warna abu-abu.”
Guru: “Betul, terus apalagi?”
Murid: “Suka konspirasi politik”
Guru: “Demi apa?”
Murid: “Kepentingan, Bu!!”
Guru: “Tepat sekali, sering muncul di mana mereka?”
Murid: “Di televisi, Bu!”
Guru: “Karena apa?”
Murid: “Karena skandal dan kasus, Bu!!”
Guru: “Aduh, anak murid Ibu pinter-pinter, terus ciri Wakil Rakyat apalagi?”
Murid: “Pasti sering mendadak tajir, Bu!!”
Guru: “Darimana, kok bisa gitu?”
Murid: “Diam-diam kan nyolong, Bu. Kalau nggak ya dapat hibah gono-gini gak jelas.”
Guru: “Dari siapa?”
Murid: “Dari yang pengin diuntungkan.”
Guru: “Terus kan Wakil Rakyat sering mengadakan sidang, berapa tahun sekali?”
Murid: “Setiap hari, Bu!!”
Guru: “Kok bisa, alasannya?”
Murid: “Kan biar dapat tunjangan dan komisi rapat.”
Guru: “Biasanya yang dibahas apa?”
Murid: “Nggak ada Bu, masuk telinga kiri keluar telinga kanan.”
Guru: “Jadi Rakyat dengan Wakil Rakyat, yang mana bosnya?”
Murid: “Ya, semestinya Rakyat dong, Bu!!”
Guru: “Kenapa semestinya?”
Murid: “Karena aneh, Bu!”
Guru: “Aneh kenapa?”
Murid: “Masak bos kekurangan beras di rumahnya, Bu! Sedangkan Wakilnya malah asik impor beras. Nimbun juga bisa kali, Bu.”
Guru: “Bagus-bagus, ternyata sebelum diajari kalian sudah banyak tahu tentang Wakil Rakyat ya.”
Murid: “Iya dong Bu, kan sudah jadi bukan rahasia lagi. Rakyat sudah banyak yang tahu, Bu.”
Guru: “Sudah banyak yang tahu mengapa asik ongkang-ongkang kaki di Parlemen?”
Murid: “Kan, nggak tahu malu, Bu.”
*Curang Ada Caranya!
Mahasiswi
1: "Eh, si X kan ketauan kalo skripsinya hasil plagiat." Mahasiswi 2:
"Seriusan loe, kasian amat." Mahasiswi 1: "Yeeee, itu mah salah
dia sendiri yang bodoh!" Mahasiswi 2: "Iya juga sih." Mahasiswi
1: "Lagi plagiat skripsi temen satu kampus sendiri, kaya gua dong, plagiat
punya orang yang beda kampus!" Mahasiswa 2: "wew..... "
*Pergi Ke Pasar!
Ibu
Kiem ingin pergi ke pasar. Ia meminta ketiga anaknya untuk mengantarnya. Anak
pertama bernama SIM, anak kedua bernama Helm, anak ketiga bernama Bodoh.
"Sim anterin ibu ke pasar, yul," ajak Bu Kiem. "Ahhh ntar dulu
deh, Bu. Saya mau makan dulu," jawab Sim. "Helm, anterin ibu ke
pasar, yuk," Bu Kiem mengajak anak keduanya. "Ahh, Ibu. Aku mandi
dulu, deh," Helm mengelak. "Bodoh, anterin ibu ke pasar, yukkk,"
kata Bu Kiem. "Ayo," jawab si Bodoh. Di perjalanan, sepeda motor yang
dikendarai si Bodoh diberhentikan polisi. Si Bodoh bertanya, "Pak, kok
saya diberhentiin sih?" "Coba saya liat Sim-mu," perintah
polisi. "Lagi makan, Pak," jawab Bodoh. "Helm-mu mana?"
tanya polisi itu kebingungan. "Lagi mandi, Pak," jawab Bodoh lagi.
"Kamu bodoh, ya?" hardik polisi itu. "Iya, Pak. Kok, bapak tau?
Hehehe," jawab Bodoh sambil tertawa kegirangan.
*Ngawur!
Ibu 1: "Eh tahu gak, kemaren gua baca di
running text berita, katanya di Eropa banyak yang mati gara-gara E-Coli!"
Ibu 2: "Eh serius loe? Nah itu dia kan, makanya gua selalu gusar sama anak
gua. Soalnya gua pernah mergokin majalah po*no di bawah kasurnya. Udah gitu dia
sering lama kalau di toilet!"
*Artis Panas Melahirkan!
Ketika seorang perempuan sedang dalam proses
melahirkan yang dibantu oleh dokter kandungan. Tiba-tiba ia berhenti mengejang
dan memanggil dokternya dan berkata, "Dokter, tolong ya nanti ceritakan
warna dari setiap bagian tubuh anak saya." “Lho kenapa?” tanya dokter
dengan heran. “Mmmhh, saya sebenarnya aktris Film Panas dan anak ini saya
dapatkan ketika main dalam blue film. Saya tidak tahu persis siapa ayahnya,”
kata perempuan tersebut. Mendengar penuturun wanita terebut, Dokter hanya
mengangguk tanda mengerti. Akhirnya ketika kepala si bayi keluar, dokter
berkata, “Nah, kepala bayi sudah mulai muncul. Warna rambutnya pirang. Apakah
di film itu ada aktor bulenya?” “Ada Dok, makasih.” “Wah, kulit mukanya agak
pucat dan matanya sipit. Apakah ada aktor Cinanya juga?” “Ada Dok, ada.."
“Sekarang keluar dada dan kedua tangannya. Kok warnanya hitam. Ada aktor
negronya, ya?” “Iya, ada…” “Nah, sekarang kakinya. Warnanya coklat sawo matang.
Ada orang Indonesianya rupanya.” “Oh ya....” Setelah seluruh tubuh bayi keluar,
dokter memukul pantatnya dan keluarlah suara tangisnya, “Ooeeeee…”
"Terimakasih, Tuhan. Aku kira tadi ia akan menyalak,” desah si ibu baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar